Bung Adit,SH. Mantan Aktivis sekaligus Pemerhati Hukum Mengungkapkan
memberikan pandangannya bahwa terkait Polemik mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja. Menurutnya, bahwa pemerintah wajib untuk mempelajari pertimbangan isi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK), baik dari pada perbaikan proses legislasi dan maupun terkait UU Cipta Kerja yang telah diperintahkan oleh Makamah Konstitusi (MK)
Bung Adit,SH. berpendapat dengan dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja membuktikan bahwasanya pemerintah, terutama Presiden tidak memiliki itikad baik untuk mematuhi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan MK tersebut, bahwa salah satu amarnya yaitu:
“Memerintahkan kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.” Ungkap Bung Adit SH.
Maka Artinya lebih diutamakan untuk memperbaiki Perppu Cipta Kerja, dan apalagi MK telah memberikan bahwasanya jangka waktu selama 2 tahun sejak putusan. Waktu yang sangat cukup lama apabila pemerintah mau memperbaikinya.
“Pemerintah juga secara tidak langsung melecehkan lembaga DPR selaku lembaga pembentuk Undang-Undang, karena dengan dikeluarkannya Perppu ini maka pemerintah meminggirkan dan atau melecehkan peran DPR,” Ungkap Bung Adit,SH. Pemerhati Hukum
Tambahkwn Pemerhati Hukum bahwa
pemerintah juga meminggirkan Peran partisipasi publik dalam proses pembentukan regulasi.
"Dan pemerintah juga mengambil jalan pintas yang saya pandang bahwa pikirannya sesat yaitu dengan menggunakan adanya kegentingan yang memaksa untuk menenggelamkan partisipasi Rakyat Ungkap Adit,SH.
Bahwa secara Prosedural dikeluarkannya Perppu berlandaskan Pasal 22 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa dalam hal ihwal atau kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang. Kemudian peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut. “Artinya, Perppu hanya dapat dikeluarkan jika negara dalam keadaan genting danmemaksa,” ungkapnya
Pertanyaannya Apakah Betul Adanya Kegentingan yang itu Memaksa? Ungkap adit,SH.
Bahwa Meskipun kegentingan memaksa merupakan hak subjektif presiden, namun terdapat tiga kriteria kegentingan memaksa yang dapat merujuk pada Putusan MK 138/PUU-VII/2009, yaitu, (1) adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat, (2) UU yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak memadainya UU yang saat ini ada, (3) terjadinya kondisi kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa yang memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan/kebutuhan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Menurut Adit,SH. selaku pemerhati Hukum bahwa tidak adanya kekosongan hukum . Dalam amar putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, MK Menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu 2 tahun.
“Artinya Perppu Cipta Kerja masih berlaku sampai dilakukan perbaikan hingga November 2023. Menurut Adit Waktu 1 Tahun sangat cukup untuk melakukan revisian,terkait materi muatan yang terkandung dalam UU Cipta Kerja Tersebut bilan mengeluarkan Perppu UU Cipta Kerja dimana akal sehat pemerintah ,” tegasnya.
Bahwa mengenai dampak Pengesahan Perppu Cipta kerja ini menurutnya juga akan merusak sistem legislasi sebagaimana telah diatur dalam UU 13/2022. “Padahal kalau kita lihat dalam UU 13/2022, tidak ada dalam ketentuan tersebut yang memperbolehkan bahwa Perppu dibuat dengan metode omnibus,”
Penggunaan metode omnibus dalam UU 13/2022 secara khusus hanya boleh dilakukan bilamana tahapannya dimulai dengan mencantumkannya di dalam dokumen perencanaan peraturan, seperti prolegnas.
“Apabila DPR ini ikut ikutan dengan Pemerintah terkait Perppu ini dimana akal sehat anggota DPR bahwa bagaimana rakyat bisa percaya lagi kepada DPR hal ini seharusnya ditolak karena bagaimanapun seharusnya ikut memperbaiki UU Cipta Kerja sebagaimana amanat putusan MK,” Tutup Adit,SH. selaku Pemerhati Hukum
(Bardha Khaswandha)