JAGUARNEWS77.com // Pandeglang, Banten - Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) Cabang Pandeglang angkat bicara maraknya pemberitaan yang beredar di Kabupaten Pandeglang terkait adanya dugaan Pencabulan yang di lakukan oleh DPRD Kabupaten Pandeglang berinisial ( Y ), maka ini menjadi kontradiksi di semua kalangan bahkan di tingkat Akademisi, serta Legislatif, dan Yudikatif," Kamis 8/12/22
Entis Sumantri mengatakan Persoalan ini patut kita kaji kembali, dan harus kita analisis secara matang bagaimana pandangan hukum yang baik dan benar serta mengedepankan asas keadilan, Semua orang sama dimata hukum (Equality Before the law) tanpa terkecuali sekali pun itu orang-orang politik baik legislatif, yudikatif dan Eksekutif," Katanya
Lanjut Tayo Sapaan akrabnya mengatakan Dengan adanya Statement yang beredar dari Aparat Penegak Hukum ( APH ) Polres Pandeglang, menetapkan tersangka kepada Dewan Y serta adanya Laporan Polisi Nomor LP/B/126/IV/2022/SPKT/Res.Pandeglang/Banten tanggal 22 April 2022, tentang tindak pidana perbuatan cabul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 KUHP tentang kekerasan Seksual. "
Tambah lagi adanya statment pendapat Ahli Pidana Perlindungan Anak dan Perempuan ( UNPAM) serta pendapat beberapa ahli lainnya dari berita Online bahwa dosen serta pendapat ahli lainnya itu menekan terhadap penyidik untuk menggunakan UU TPKS yang baru di sahkan, sedangkan kejadian tersebut terjadi sebelum UU TPKS diundangkan, ini membuat bingung juga terhadap publik, "ujarnya
Mungkin perlu kita ketahui bersama UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS resmi diundangkan pada Senin (9/5/2022) sedangkan, kejadian persoalan itu pada bulan April 2022, maka Hukum itu tidak berlaku surut, tidak relevan jika terhadap peristiwa hukum ini ditekankan untuk menggunakan UU TPKS."
Kami Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) Cabang Pandeglang berharap, apalagi sebagai seorang akademisi, ahli pidana serta ahli pidana lainnya agar dapat lebih objektif dan berhati - hati menggali sebuah fakta peristiwa hukum, lihat kembali asas Lex Temporis Delicti nya, pahami itu!!!
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) Cabang Pandeglang mengatakan, Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (PUU) 21 tahun 2014 tentang Penetapan Tersangka, bahwa " Penyidik tidak boleh menetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu" adalah suatu keharusan, dalam hal ini penetapan sebagai tersangka terhadap Y, telah bertentangan dengan Putusan MK tersebut, karena ketika kita gali fakta kebenarannya dalam perkara ini dari mulai tahapan persoalan hingga undangan waktu awal itu sifatnya klarifikasi maka kami menduga adanya kecacatan Hukum, "ungkap tayo Kamis 8/12/22.
Maka kami mempertanyakan Penetapan tersangka apakah sudah berdasarkan 2 alat bukti yang cukup 1. Visum?? (Surat) 2. Pengakuan (apakah Y mengakui pada saat undangan klarifikasi) ??
Pertanyaan yang ke-dua apakah penyidik dalam melakukan gelar perkara mengedepankan Hak Asasi Manusia ( HAM) terhadap Y? yang harusnya mengundang gelar perkara kepada Penasihat Hukum Y, karena pasal 289 ini diatas 5 tahun." Ungkap tayo
Lanjut tayo mengatakan mungkin aparat penegak hukum lebih mumpuni dalam hal ini maka jangan sampai Penyidik terkesan terlalu memaksakan dan arogan serta terkesan latah dalam media pemberitaan sehingga menerapkan pasal 289 yang tidak relevan dengan fakta peristiwa Kaji pasal 289, itu tentang kekerasan seksual, apakah ada bukti kekerasan terhadap korban ?Justru visum pun tidak menunjukan adanya lebam atau bukti kekerasan, Karena Visum harus dikaji oleh ahli forensik bagaimana ahli memberikan pendapat berdasarkan keilmuannya."
Tayo mengatakan Supremasi Hukum harus seyogyanya sesuai dengan asas-asas Hukum maka jangan sampai penyelenggara Hukum dapat memainkan hukum dengan Seenaknya apalagi sampai ( Abuse of Power ) Bagi Penyelenggara Hukum untuk menangani suatu perkara hukum, "
Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) Cabang Pandeglang mengingatkan sebagai agent of Change kepada Penyidik, para Ahli Pidana serta beberapa ahli lainnya dari mulai Polres maupun Kejaksaan pastinya lebih cermat dan memahami dalam menerapkan sebuah Peraturan perundang - undangan, Jangan sampai terkesan di tekan oleh pihak manapun serta janganlah statement seseorang bisa di cerna begitu saja, karena akan menjadikan dampak buruk, keruh pada proses hukum dan kegaduhan dimata publik."tutupnya.
@Djemi ( Kabiro pandeglang) /Red