JAGUARNEWS77.com // Jakarta - Ketua KPK Firli Bahuri menemui tersangka kasus korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe di Papua. Dalam foto yang beredar, Firli dan Lukas berpegangan tangan erat. Sejumlah pihak lalu mengkritik gestur pimpinan KPK yang menjabat tangan tersangka itu.
Diketahui, Firli menemui Lukas di rumah Lukas di Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua. Dilansir detikSulsel, Firli dikawal Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri dan Pangdam Cenderawasih Mayjen TNI M Saleh Mustafa. Ada lagi Kabinda Papua Mayjen TNI Gustaf Irianto.
Berdasarkan foto yang diterima detikcom, Kamis (3/11/2022), Lukas duduk di kursi, bersalaman dengan Firli. Kedua tangan mereka berpegangan erat.
Pada foto yang lain, seseorang mengenakan rompi KPK tengah duduk di sebuah kursi. Di sampingnya, Lukas berada di meja yang sama.
Ketua tim kuasa hukum Lukas, Stefanus Roy Rening, mengatakan Gubernur Papua Lukas Enembe menghargai proses hukum. Gubernur menerima kunjungan tim KPK yang membawa tim medis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dirangkum detikcom, Jumat (4/11/2022), sejumlah pihak pun mengkritik gestur genggaman tangan Firli dengan Lukas Enembe. Sebagai berikut ini.
ICW Kritik Firli Bahuri
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari keikutsertaan Ketua KPK Firli Bahuri dalam memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe. ICW menilai hal itu dapat mengundang tawa di mata masyarakat.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengaku tak habis pikir dengan urgensi Firli untuk ikut serta dengan rombongan penyidik dan tim dokter KPK pada Kamis (3/11) kemarin. Sejatinya, menurut Kurnia, Firli tak perlu ikut karena bukan berstatus sebagai penyidik maupun dokter.
"Sebab, kegiatan itu cukup dihadiri oleh penyidik dan perwakilan dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saja," kata Kurnia dalam keterangannya, Jumat (4/11/2022).
Kurnia menyinggung soal Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 mengenai status pimpinan KPK bukan lagi penyidik ataupun penuntut. Karena itu, dia menyebut kehadiran Firli di rumah Lukas Enembe merupakan suatu lelucon.
"Jadi kehadiran dirinya di kediaman Lukas, terlebih sampai berjabat tangan semacam itu, lebih semacam lelucon yang mengundang tawa di mata masyarakat," ujarnya.
Dia juga heran terhadap sikap Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang semestinya dari awal melarang Firli ikut ke Jayapura, meskipun Firli diperbolehkan menemui pihak tersangka di dalam Peraturan Dewas No 2 Tahun 2020 Pasal 4 ayat 2.
"Namun, melihat konstruksi kejadiannya, kehadiran Firli tidak dibutuhkan dalam proses pemeriksaan Lukas. Jadi Dewan Pengawas seharusnya melarang, bukan malah membiarkan peristiwa itu terjadi," ucap Kurnia.
Dari data yang dimiliki ICW, kata Kurnia, ini merupakan kedua kalinya Firli menemui pihak yang beperkara. Sebelumnya, pada 2018, Firli bertemu dengan Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi.
MAKI Nilai Ketua KPK Berpotensi Langgar UU Temui Lukas Enembe
Momen keakraban Ketua KPK Firli Bahuri saat mendampingi penyidik memeriksa Gubernur Papua yang juga tersangka KPK Lukas Enembe menjadi sorotan. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai tidak ada yang salah dalam momen tersebut.
"Soal akrab itu ya biasalah, gesturbolehlah, gitu kan. Nggak boleh kereng-kerengan juga gitu. Jabatan erat juga boleh saja. Penyidik juga selalu ramah kok, setiap memeriksa ya jabatan erat segala macem ya biasa aja," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi, Kamis (3/11/2022).
Namun Boyamin menilai tindakan Firli yang ikut mendatangi Lukas Enembe berpotensi melanggar aturan UU KPK. Boyamin mengatakan UU KPK Pasal 36 menyebutkan pimpinan KPK dilarang bertemu dengan orang-orang yang tengah diperiksa KPK.
"Undang-Undang KPK yang baru maupun yang lama Pasal 36, bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu dengan orang-orang yang sedang diperiksa atau 'pasien' KPK, bahkan itu ancaman hukumannya adalah 5 tahun kalau menemui," tuturnya.
"Tapi kan, karena ini Pak Firli rombongan, mungkin ya nggak terlalu berlakulah Pasal 36 ini. Tapi bisa jadi perdebatan bahwa Pak Firli ini dalam konteks sebagai pimpinan tidak boleh ketemu," sambungnya.
Boyamin mengatakan selama ini tidak pernah ada pimpinan KPK yang menemui orang yang tengah diperiksa. Menurut Boyamin, selama ini pimpinan KPK hanya memantau pemeriksaan di tempat berbeda melalui laptop.
"Karena nggak pernah ada ceritanya pimpinan KPK itu menemui orang yang diperiksa di ruangan-ruangan yang ada di kantor KPK, nggak ada ceritanya. Hanya memantau dari laptop, dari internet. Gitu aja, tidak menemui," kata Boyamin.
Boyamin berpendapat Firli memahami ketentuan pasal-pasal di UU KPK lama. Dalam UU tersebut disebutkan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut. Boyamin menilai tindakan Firli yang ikut mendampingi penyidikan sebagai kabar gembira. Sebab Firli dinilai akan mengembalikan UU KPK lama dengan memperjuangkan pembatalan revisi UU KPK.
"Saya sangat gembira dengan adanya berita terkait Pak Firli ketemu Lukas Enembe hari ini. Karena ini artinya Pak Firli setuju kembali ke UU KPK yang lama, berarti setuju revisi UU KPK No 19 Tahun 2019 itu dibatalkan. Karena apa? Bahwa UU KPK yang lamalah yang mengatakan bahwa pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut," tuturnya.
Eks Penyidik KPK Kritik Firli
Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mengkritik soal jabat tangan Ketua KPK Firli dengan Gubernur Papua Lukas Enembe, yang telah berstatus tersangka korupsi. Yudi menyebut hal itu dapat menjadi preseden di kasus lain lantaran baru pertama kali terjadi.
Yudi menilai momen keakraban keduanya tersebut tidak pantas diperlihatkan di publik. Menurutnya, hal itu dapat dipersepsikan sebagai keadaan mengistimewakan pihak yang beperkara.
"Menurut saya, tidak perlulah Ketua KPK datang ke sana. Selain tidak bagus di mata publik karena belum pernah dilakukan Ketua KPK sebelumnya, mendatangi tersangka nanti bisa dipersepsikan ada keistimewaan. Ini tentu akan jadi preseden tersangka lain akan meminta hal yang sama, didatangi ketua," kata Yudi Purnomo Harap dalam cuitan di akun Twitternya seperti dilihat detikcom, Kamis (3/11/2022).
Dia menyatakan sejatinya kedatangan KPK ke rumah Lukas Enembe itu tidak mesti diikuti Firli. Apalagi, katanya, pemeriksaan itu hanya terkait masalah kesehatan.
"Biarkan saja penyidik yang melakukan tugasnya, jikapun didampingi atasan, cukuplah level direktur penyidikan saja, apalagi kegiatan yang dilaksanakan yaitu pemeriksaan second opinion dari IDI terkait kesehatan Gubernur Papua," tegasnya.
Yudi menceritakan pengalamannya semasa menjadi penyidik yang datang memeriksa tersangka yang sakit. Dia menyebut saat itu pihak yang datang hanya penyidik dan tim dokter, tanpa didampingi pimpinan KPK.
Sumber artikel : detiknews, Judul : "Genggaman Erat Ketua KPK ke Lukas Enembe Bikin Kritik Mencuat" (Red)