JAGUARNEWS77.com # Jakarta - Gubernur Akademi Polisi (Akpol) memecat seorang taruna inisial D karena dugaan LGBT. D tidak terima dan menggugat Gubernur Akpol ke pengadilan. Siapa nyana, D menang di tingkat banding.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Senin (11/4/2022). Di mana kasus bermula saat D diterima sebagai taruna Akpol pada 2019.
Pada akhir 2020, D chating dengan sesama taruna inisial A di aplikasi percakapan LINE. Obrolan ini berisi konten-konten lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Selain itu, keduanya juga terlibat percakapan di Instagram.
Belakangan, percakapan di atas tercium pendidik di Akpol. Akhirnya D dan A diproses untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Di tengah jalan, D menghapus isi chating tersebut.
Akhirnya, Gubernur Akpol memberhentikan dengan tidak hormat D dan A pada 10 Juni 2021. Gubernur Akpol beralasan D dan A terbukti melakukan perbuatan LGBT dan menghilangkan barang bukti.
D tidak terima dan mengajukan gugatan ke PTUN Semarang.
"Perbuatan Penggugat pada aplikasi Instagram yang membalas percakapan A hanyalah bermaksud untuk bercanda semata dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas, tidak ada maksud dan motif sebagai seorang LGBT, tidak melakukan secara nyata perbuatan LGBT, sehingga Penggugat tidak menikmati perbuatannya," ujar D dalam permohonannya.
D merasa dipaksa untuk mengakui perbuatan LGBT dengan A yang sebenarnya tidak D lakukan.
"Sehingga Keputusan tersebut mengandung cacat substansial dan harus dinyatakan batal atau tidak sah dan harus dicabut," pinta D.
Lalu apa alasan D menghapus chating di kasus itu?
"Atas tuduhan 'menghilangkan barang bukti' tersebut, tidaklah benar. Penggugat tidak menghilangkan barang bukti, penghapusan 'chat' dalam aplikasi 'Instagram' dan 'LINE' yang dilakukannya dikarenakan merasa terganggu dan tidak nyaman dengan percakapan yang menjurus pada topik LGBT yang dilakukan oleh A," demikian alasan D.
Atas gugatan itu, Gubernur Akpol menyatakan sudah memeriksa secara seksama. A juga dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin berupa keluar daerah pembelajaran tanpa izin dan menggunakan pakaian sipil tanpa adanya hal-hal yang mengatur secara khusus. Yaitu nongkrong di sejumlah kafe di Jepara dan Purwodadi.
"A juga telah melakukan pelanggaran disiplin berupa menggunakan internet untuk membuat opini negatif/ujaran kebencian terhadap pengasuh taruna," beber Gubernur Akpol.
Atas pertimbangan di atas, Akpol menggelar gelar perkara. Termasuk juga memeriksa keterangan ahli pada 16 Februari 2021 dengan hasil:
Didapatkan kecenderungan minat dan ketertarikan seksual mengarah pada disorientasi seksual (sesame jenis kelamin). Namun, secara kualitas masih pada taraf minimal dan belum ditemukan adanya perilaku seksual beresiko ke arah disorientasi seksual.
Saat ini didapatkan gejala psikis mengarah pada gangguan penyesuaian dengan efek cemas akibat proses pemeriksaan dugaan kasus pelanggaran.
Prognosis yang mengarah ke baik: premorbid dengan fungsi sosial yang baik, dukungan keluarga saat ini, belum adanya bukti melakukan perilaku seksual beresiko ke arah disorientasi seksual, adanya motivasi untuk berubah lebih baik.
Setelah saling jawab-menjawab, PTUN Semarang memutuskan menolak gugatan D.
"Menolak gugatan Penggugat seluruhnya," putus majelis PTUN Semarang yang diketuai Roni Erry Saputro.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Senin (11/4/2022). Di mana kasus bermula saat D diterima sebagai taruna Akpol pada 2019.
Pada akhir 2020, D chating dengan sesama taruna inisial A di aplikasi percakapan LINE. Obrolan ini berisi konten-konten lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Selain itu, keduanya juga terlibat percakapan di Instagram.
Belakangan, percakapan di atas tercium pendidik di Akpol. Akhirnya D dan A diproses untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Di tengah jalan, D menghapus isi chating tersebut.
Akhirnya, Gubernur Akpol memberhentikan dengan tidak hormat D dan A pada 10 Juni 2021. Gubernur Akpol beralasan D dan A terbukti melakukan perbuatan LGBT dan menghilangkan barang bukti.
D tidak terima dan mengajukan gugatan ke PTUN Semarang.
"Perbuatan Penggugat pada aplikasi Instagram yang membalas percakapan A hanyalah bermaksud untuk bercanda semata dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas, tidak ada maksud dan motif sebagai seorang LGBT, tidak melakukan secara nyata perbuatan LGBT, sehingga Penggugat tidak menikmati perbuatannya," ujar D dalam permohonannya.
D merasa dipaksa untuk mengakui perbuatan LGBT dengan A yang sebenarnya tidak D lakukan.
"Sehingga Keputusan tersebut mengandung cacat substansial dan harus dinyatakan batal atau tidak sah dan harus dicabut," pinta D.
Lalu apa alasan D menghapus chating di kasus itu?
"Atas tuduhan 'menghilangkan barang bukti' tersebut, tidaklah benar. Penggugat tidak menghilangkan barang bukti, penghapusan 'chat' dalam aplikasi 'Instagram' dan 'LINE' yang dilakukannya dikarenakan merasa terganggu dan tidak nyaman dengan percakapan yang menjurus pada topik LGBT yang dilakukan oleh A," demikian alasan D.
Atas gugatan itu, Gubernur Akpol menyatakan sudah memeriksa secara seksama. A juga dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin berupa keluar daerah pembelajaran tanpa izin dan menggunakan pakaian sipil tanpa adanya hal-hal yang mengatur secara khusus. Yaitu nongkrong di sejumlah kafe di Jepara dan Purwodadi.
"A juga telah melakukan pelanggaran disiplin berupa menggunakan internet untuk membuat opini negatif/ujaran kebencian terhadap pengasuh taruna," beber Gubernur Akpol.
Atas pertimbangan di atas, Akpol menggelar gelar perkara. Termasuk juga memeriksa keterangan ahli pada 16 Februari 2021 dengan hasil:
Didapatkan kecenderungan minat dan ketertarikan seksual mengarah pada disorientasi seksual (sesame jenis kelamin). Namun, secara kualitas masih pada taraf minimal dan belum ditemukan adanya perilaku seksual beresiko ke arah disorientasi seksual.
Saat ini didapatkan gejala psikis mengarah pada gangguan penyesuaian dengan efek cemas akibat proses pemeriksaan dugaan kasus pelanggaran.
Prognosis yang mengarah ke baik: premorbid dengan fungsi sosial yang baik, dukungan keluarga saat ini, belum adanya bukti melakukan perilaku seksual beresiko ke arah disorientasi seksual, adanya motivasi untuk berubah lebih baik.
Setelah saling jawab-menjawab, PTUN Semarang memutuskan menolak gugatan D.
"Menolak gugatan Penggugat seluruhnya," putus majelis PTUN Semarang yang diketuai Roni Erry Saputro.
Adapun anggota majelis Ridwak Akhir dan Ikawati Utami. Dalam putusan itu, majelis PTUN Semarang menyatakan keputusan Gubernur Akpol sudah tepat dan benar. Berikut alasannya:
1. Penggugat selaku peserta didik telah terbukti melakukan perbuatan yang mengarah kepada praktik Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT), menjurus kepada hubungan sesama jenis yaitu dengan melakukan call seks dan video call seks dengan sesama peserta didik yaitu dengan A sehingga sebagai peserta didik, D telah melanggar Pasal 13 huruf e Peraturan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018. Yang mana sebagai tindak lanjut atas pelanggaran dimaksud maka Tergugat melalui instansi internalnya telah melakukan mekanisme dalam penjatuhan hukuman berupa pemberhentian dari Lembaga Pendidikan Akademi Kepolisian terhadap Penggugat sebagaimana termuat dalam bukti.
2. Karena secara hukum tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh Tergugat baik secara prosedural dan substansi dalam proses penerbitan surat keputusan objek sengketa aquo, dan tindakan Tergugat yang telah membentuk dan memperhatikan hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa sampai dengan dilakukannya sidang Wanak sebagaimana termuat dalam bukti yang di dalamnya juga telah pula mendengarkan masukan dari ahli Psikiatri (kesehatan jiwa), ahli psikologi, ahli bahasa, ahli agama, hal tersebut telah menunjukkan terpenuhinya Asas Kecermatan, Asas Kepastian, Asas Keterbukaan dan Asas Proporsionalitas yang telah dilakukan oleh Tergugat sebelum diterbitkannya objek sengketa aquo.
Atas putusan itu, D tidak terima dan mengajukan banding. Putusan berubah 180 derajat. Majelis banding mengabulkan gugatan D.
"Dalam penundaan. Mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa yang diajukan oleh Penggugat/Pembanding. Memerintahkan kepada Tergugat/Terbanding untuk menerbitkan Keputusan tentang penundaan pelaksanaan Keputusan Gubernur Akademi Kepolisian Nomor Kep/92/VI/2021tanggal10 Juni2021 sampai dengan adanya putusan peradilan yang berlaku tetap," ucap majelis tinggi yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Semarang.
Duduk sebagai ketua majelis Sugiya dengan anggota Kamer Togatorap dan Hendro Puspito. Majelis tinggi menghukum Gubernur Akpol sebesar Rp 250 ribu.
"Mewajibkan Tergugat/Terbanding untuk menerbitkan Keputusan Pencabutan Keputusan Gubernur Akademi Kepolisian Nomor Kep/92/VI/2021tanggal10 Juni2021tentangPemberhentianDari Lembaga Pendidikan Terhadap Taruna Akademi Kepolisian sepanjang atas nama D," putus majelis tinggi
Atas putusan itu, D tidak terima dan mengajukan banding. Putusan berubah 180 derajat. Majelis banding mengabulkan gugatan D.
"Dalam penundaan. Mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa yang diajukan oleh Penggugat/Pembanding. Memerintahkan kepada Tergugat/Terbanding untuk menerbitkan Keputusan tentang penundaan pelaksanaan Keputusan Gubernur Akademi Kepolisian Nomor Kep/92/VI/2021tanggal10 Juni2021 sampai dengan adanya putusan peradilan yang berlaku tetap," ucap majelis tinggi yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Semarang.
Duduk sebagai ketua majelis Sugiya dengan anggota Kamer Togatorap dan Hendro Puspito. Majelis tinggi menghukum Gubernur Akpol sebesar Rp 250 ribu.
"Mewajibkan Tergugat/Terbanding untuk menerbitkan Keputusan Pencabutan Keputusan Gubernur Akademi Kepolisian Nomor Kep/92/VI/2021tanggal10 Juni2021tentangPemberhentianDari Lembaga Pendidikan Terhadap Taruna Akademi Kepolisian sepanjang atas nama D," putus majelis tinggi
Artikel ini telah tayang di detiknews, dengan judul : "Pecat Taruna yang Diduga LGBT, Gubernur Akpol Kalah di Tingkat Banding" (Red)