JAGUARNEWS77.com # Jakarta - Mantan anggota tim pemeriksa pajak, Febrian mengatakan didatangi seseorang bernama Veronika Lindawati. Febrian menyebut Veronika datang mengaku sebagai utusan pemilik PT Panin Bank.
Hal itu disampaikan Febrian saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2022). Febrian bersaksi untuk terdakwa eks Kabid Pendaftaran Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil Ditjen Pajak Sulselbartra Wawan Ridwan dan mantan pemeriksa pajak madya Ditjen Pajak Alfred Simanjuntak.
Mulanya, hakim bertanya kepada Febrian apakah PT Bank Panin memiliki kewajiban membayar pajak. Febrian mengamini itu. Dia menyebut PT Panin Bank memiliki kewajiban bayar pajak Rp 900 miliar di tahun 2016 namun kemudian mengajukan keberatan.
"Jadi mengajukan keberatan dia pajak Rp 900 miliar?" tanya hakim.
"Masih pemeriksaan, itu temuan awal," jawab Febrian.
Keberatan dengan pajak Rp 900 miliar, PT Panin Bank disebut Febrian mengirimkan utusan bernama Veronika Lindawati untuk mendatangi tim pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Febrian mengatakan saat itu Veronika meminta pajak diturunkan menjadi Rp 300 miliar dengan imbalan Panin Bank akan memberikan commitment fee sebesar Rp 25 miliar.
"Bu Veronika bilang Bank Panin menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar, tapi minta pajak yang ditetapkan berkisar di angka Rp 300 miliar," kata Febrian.
Namun dalam perjalanannya, kata Febrian, commitment fee yang diberikan Panin Bank hanya Rp 5 miliar dari kesepakatan Rp 25 miliar.
"Kalau dibagi kamu terbayang lah Rp 6,5 miliar, (Rp) 25 (miliar) bagi 4?" kata hakim.
"Realisasi tidak segitu (Rp 25 miliar), cuman Rp 5 miliar," ujar Febrian.
Hakim lalu bertanya soal alasan menerima duit Rp 5 miliar dari kesepakatan pemberian Rp 25 miliar dari Panin Bank.
"Berarti nggak benar juga Veronica Lindawati janjinya Rp 25 M terealisasi Rp 5 M. Kenapa diterima?" tanya hakim.
"Ya karena sudah keluar penetapan Rp 300 M baru kemudian disampaikan uangnya," jawab Febrian.
Febrian mengatakan tim sempat kecewa karena janji pembayaran Rp 25 miliar tak terealisasi.
"Siapa bilang kecewa?" tanya hakim.
"Pak Alfred kecewa, Yulmanizar kecewa," jawab Febrian.
Lalu hakim bertanya soal pembagian Rp 5 miliar yang diberikan Veronika dari pemilik Bank Panin. Akhirnya Rp 5 miliar itu diberikan kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak 2016-2019.
"Dari jeda Rp 300 M proses sampai pembayaran itu agak lama. Nah Pak Angin nagih kepada Pak Wawan. Pak Wawan nanya saya, 'itu gimana tanyain Yul, kok Panin belum cair-cair'. Karena kita takut dengan Pak Angin akhirnya Rp 5 M itu kita sepakat ke Pak Angin saja," kata Febrian.
"Karena tidak sesuai komitmen, tim pemeriksa merasa takut, makanya Rp 5 M kasih ke struktural?" tanya hakim.
"Ya," jawab Febrian.
Hakim lalu bertanya alasan Veronika yang hanya membayar Rp 5 miliar. Febrian mengatakan pemilik Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan, hanya sanggup membayar Rp 5 miliar.
"Alasan Veronika kenapa tidak mau bayar commitment fee yang Rp 25 miliar?" tanya hakim.
"Bu Veronika menyampaikan kalau Pak Mu'min hanya menyanggupi Rp 5 miliar," kata Febrian.
"Jadi Rp 25 M itu keputusan Veronika, bukan Mu'min berarti?" tanya hakim kembali.
"Kalau Veronika menyampaikan dari Panin" jawab Febrian.
"Dari Mu'min itu?" tanya hakim.
"Iya," ujar Febrian.
"Tetapi setelah terealisasi cuma Rp 5 M, kenapa nggak dibubarkan yang penetapan Rp 300 M, (kemudian Panin Bank wajib) bayar itu Rp 900 M?" tanya hakim.
"Nggak bisa, karena penetapan sudah keluar," jawab Febrian.
Hakim lalu menegaskan soal pihak yang menerima uang Rp 5 miliar yang diserahkan Veronika. Febrian mengaku tak melihat pemberian uang karena terlambat datang.
"Yang Rp 5 M siapa yang terima dari Veronika?" tanya hakim.
"Veronika datang kemudian bertemu berempat Bu Veronika menyampaikan uangnya," kata Febrian.
"Siapa yang terima?" tanya hakim.
"Saya datang terlambat. Jadi Bu Veronika ada Pak Wawan, Alfred, Yulmanizar. (Lalu saat) Saya datang, saya tanya ke Pak Yul. (Dijawab) 'Uangnya sudah diberikan ke Veronika kepada Pak Wawan, kemudian Pak Wawan serahkan ke struktural," ucap Febrian.
2 Eks Pegawai Ditjen Pajak Didakwa Terima Suap-Gratifikasi
Sebelumnya, Wawan dan Alfred didakwa menerima suap Rp 12,9 miliar. Keduanya diduga menerima suap bersama Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
"Terdakwa I Wawan Ridwan dan Terdakwa II Alfred Simanjuntak bersama-sama Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak 2016-2019, Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan 2016-2019, serta Yulmanizar dan Febrian selaku tim pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang yang keseluruhannya Rp 15 miliar dan SGD 4 juta," ujar jaksa KPK M Asri Irwan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (26/1).
Selain didakwa menerima suap, Wawan dan Alfred Simanjuntak didakwa menerima gratifikasi.
"Terdakwa I Wawan Ridwan dan Terdakwa II Alfred Simanjuntak bersama-sama Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Yulmanizar, dan Febrian menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sebesar Rp 9,4 miliar, SGD 420 ribu, mata uang dolar Amerika Serikat setara Rp 5 miliar serta fasilitas berupa tiket pesawat dan hotel sebesar Rp 5.662.500," kata jaksa.
Wawan juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Wawan disebut memindahkan uang-uang hasil penerima suap dan gratifikasi untuk membeli sejumlah mobil mewah.
"Terdakwa I Wawan Ridwan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan," ujar jaksa.
Hal itu disampaikan Febrian saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2022). Febrian bersaksi untuk terdakwa eks Kabid Pendaftaran Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil Ditjen Pajak Sulselbartra Wawan Ridwan dan mantan pemeriksa pajak madya Ditjen Pajak Alfred Simanjuntak.
Mulanya, hakim bertanya kepada Febrian apakah PT Bank Panin memiliki kewajiban membayar pajak. Febrian mengamini itu. Dia menyebut PT Panin Bank memiliki kewajiban bayar pajak Rp 900 miliar di tahun 2016 namun kemudian mengajukan keberatan.
"Jadi mengajukan keberatan dia pajak Rp 900 miliar?" tanya hakim.
"Masih pemeriksaan, itu temuan awal," jawab Febrian.
Keberatan dengan pajak Rp 900 miliar, PT Panin Bank disebut Febrian mengirimkan utusan bernama Veronika Lindawati untuk mendatangi tim pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Febrian mengatakan saat itu Veronika meminta pajak diturunkan menjadi Rp 300 miliar dengan imbalan Panin Bank akan memberikan commitment fee sebesar Rp 25 miliar.
"Bu Veronika bilang Bank Panin menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar, tapi minta pajak yang ditetapkan berkisar di angka Rp 300 miliar," kata Febrian.
Namun dalam perjalanannya, kata Febrian, commitment fee yang diberikan Panin Bank hanya Rp 5 miliar dari kesepakatan Rp 25 miliar.
"Kalau dibagi kamu terbayang lah Rp 6,5 miliar, (Rp) 25 (miliar) bagi 4?" kata hakim.
"Realisasi tidak segitu (Rp 25 miliar), cuman Rp 5 miliar," ujar Febrian.
Hakim lalu bertanya soal alasan menerima duit Rp 5 miliar dari kesepakatan pemberian Rp 25 miliar dari Panin Bank.
"Berarti nggak benar juga Veronica Lindawati janjinya Rp 25 M terealisasi Rp 5 M. Kenapa diterima?" tanya hakim.
"Ya karena sudah keluar penetapan Rp 300 M baru kemudian disampaikan uangnya," jawab Febrian.
Febrian mengatakan tim sempat kecewa karena janji pembayaran Rp 25 miliar tak terealisasi.
"Siapa bilang kecewa?" tanya hakim.
"Pak Alfred kecewa, Yulmanizar kecewa," jawab Febrian.
Lalu hakim bertanya soal pembagian Rp 5 miliar yang diberikan Veronika dari pemilik Bank Panin. Akhirnya Rp 5 miliar itu diberikan kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak 2016-2019.
"Dari jeda Rp 300 M proses sampai pembayaran itu agak lama. Nah Pak Angin nagih kepada Pak Wawan. Pak Wawan nanya saya, 'itu gimana tanyain Yul, kok Panin belum cair-cair'. Karena kita takut dengan Pak Angin akhirnya Rp 5 M itu kita sepakat ke Pak Angin saja," kata Febrian.
"Karena tidak sesuai komitmen, tim pemeriksa merasa takut, makanya Rp 5 M kasih ke struktural?" tanya hakim.
"Ya," jawab Febrian.
Hakim lalu bertanya alasan Veronika yang hanya membayar Rp 5 miliar. Febrian mengatakan pemilik Bank Panin, Mu'min Ali Gunawan, hanya sanggup membayar Rp 5 miliar.
"Alasan Veronika kenapa tidak mau bayar commitment fee yang Rp 25 miliar?" tanya hakim.
"Bu Veronika menyampaikan kalau Pak Mu'min hanya menyanggupi Rp 5 miliar," kata Febrian.
"Jadi Rp 25 M itu keputusan Veronika, bukan Mu'min berarti?" tanya hakim kembali.
"Kalau Veronika menyampaikan dari Panin" jawab Febrian.
"Dari Mu'min itu?" tanya hakim.
"Iya," ujar Febrian.
"Tetapi setelah terealisasi cuma Rp 5 M, kenapa nggak dibubarkan yang penetapan Rp 300 M, (kemudian Panin Bank wajib) bayar itu Rp 900 M?" tanya hakim.
"Nggak bisa, karena penetapan sudah keluar," jawab Febrian.
Hakim lalu menegaskan soal pihak yang menerima uang Rp 5 miliar yang diserahkan Veronika. Febrian mengaku tak melihat pemberian uang karena terlambat datang.
"Yang Rp 5 M siapa yang terima dari Veronika?" tanya hakim.
"Veronika datang kemudian bertemu berempat Bu Veronika menyampaikan uangnya," kata Febrian.
"Siapa yang terima?" tanya hakim.
"Saya datang terlambat. Jadi Bu Veronika ada Pak Wawan, Alfred, Yulmanizar. (Lalu saat) Saya datang, saya tanya ke Pak Yul. (Dijawab) 'Uangnya sudah diberikan ke Veronika kepada Pak Wawan, kemudian Pak Wawan serahkan ke struktural," ucap Febrian.
2 Eks Pegawai Ditjen Pajak Didakwa Terima Suap-Gratifikasi
Sebelumnya, Wawan dan Alfred didakwa menerima suap Rp 12,9 miliar. Keduanya diduga menerima suap bersama Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.
"Terdakwa I Wawan Ridwan dan Terdakwa II Alfred Simanjuntak bersama-sama Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak 2016-2019, Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan 2016-2019, serta Yulmanizar dan Febrian selaku tim pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji, yaitu menerima uang yang keseluruhannya Rp 15 miliar dan SGD 4 juta," ujar jaksa KPK M Asri Irwan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (26/1).
Selain didakwa menerima suap, Wawan dan Alfred Simanjuntak didakwa menerima gratifikasi.
"Terdakwa I Wawan Ridwan dan Terdakwa II Alfred Simanjuntak bersama-sama Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Yulmanizar, dan Febrian menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sebesar Rp 9,4 miliar, SGD 420 ribu, mata uang dolar Amerika Serikat setara Rp 5 miliar serta fasilitas berupa tiket pesawat dan hotel sebesar Rp 5.662.500," kata jaksa.
Wawan juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Wawan disebut memindahkan uang-uang hasil penerima suap dan gratifikasi untuk membeli sejumlah mobil mewah.
"Terdakwa I Wawan Ridwan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan," ujar jaksa.
Artikel ini telah tayanh didetiknews, dengan judul : "Suap Pajak, Saksi Sebut Bos Panin Bank Janjikan Rp 25 M tapi Dibayar Rp 5 M" (Red)