JAGUARNEWS77.com # Jakarta - Persidangan kasus penabrakan yang menewaskan sejoli Handi Saputra dan Salsabila di Nagreg, Bandung, Jawa Barat menemukan fakta baru.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022), diketahui bahwa inisiator pembuangan tubuh Handi dan Salsabila ke aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah, datang dari Kolonel Inf Priyanto setelah menabrak pasangan tersebut.
Dari persidangan ini juga terungkap, terdapat ucapan Kolonel Priyanto yang bikin dua anak buahnya Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menuruti perintah untuk membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai.
Oditur Militer Kolonel Sus Wirdel Boy mengungkapkan, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko sempat menolak membuang tubuh Handi dan Salsabila ke sungai.
Keduanya meminta agar Handi dan Salsabila lebih baik dibawa ke Puskesmas terdekat. Tentu saja, permintaan tersebut pun ditolak mentah-mentah oleh Kolonel Priyanto.
"Itu anak orang pasti dicariin sama orang tuanya, mending kita balik," ucap Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko, dalam naskah kronologi yang dibacakan Wirdel, sebagaimana dikutip dari Kompas TV, Kamis (10/3/2022).
"Kamu diam saja ikuti perintah saya," jawab Kolenel Priyanto.
Setelah mendengar jawaban tersebut, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko kembali memohon untuk mengurungkan niat jahatnya.
Permohonan ini disampaikan Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko lantaran keduanya mengaku tak ingin terlibat dalam masalah.
Akan tetapi, permohonan itu pun tak membuat niat jahat Kolonel Priyanto kendur.
Kolonel Priyanto pun mengaku kepada Kopda Andreas dan Koptu Sholeh bahwa dirinya pernah mengebom rumah milik seseorang yang tidak ketahuan.
"Dijawab terdakwa, 'saya pernah bom satu rumah, dan tidak ketahuan'," kata Wirdel.
"Saksi dua berkata, 'izin bapak saya tidak ingin punya masalah'."
"Di jawab, 'Kita tentara, kamu enggak usah cengeng, enggak usah panik'," ujarnya.
Kolonel Priyanto pun berang. Hal ini yang membuat Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko akhirnya mau menuruti dan membantu Kolonel Priyanto membuang tubuh Handi dan Salabila ke Sungai Serayu.
Adapun upaya pembuangan tubuh sejoli ke sungai merupakan upaya untuk menghilangkan barang bukti.
Akan tetapi, belakangan diketahui ternyata Handi masih dalam kondisi hidup saat para tentara ini membuangnya ke sungai.
Hal ini diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan tim dokter Biddokkes Polda Jawa Tengah yang menemukan adanya air dan pasir yang masuk ke dalam paru-paru korban.
Oditurat Militer Tinggi II Jakarta kemudian mendakwa Kolonel Inf Priyanto bersalah dalam peristiwa itu.
Wirdel menyebutkan, Kolonel Priyanto merupakan dalang pembunuhan kedua remaja tersebut.
"Jadi ada primer subsider dan di bawahnya itu dakwaan gabungan. Untuk pasal primer subsider adalah pembunuhan berencana," kata Wirdel.
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.
Artikel ini telah tayanh di kompas.com (Red)