JAGUARNEWS77.com # Jakarta - Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang semula dikelola Keluarga Presiden ke-2 Soeharto akan diambil alih pemerintah. Selain TMII, aset Keluarga Cendana yang akan dikelola pemerintah antara lain Gedung Granadi dan vila Megamendung.
Terkait TMII, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menjelaskan, TMII merupakan aset negara. TMII sebelumnya dikelola hampir 44 tahun oleh Keluarga Cendana melalui Yayasan Harapan Kita yang didirikan oleh istri Soeharto, Tien Soeharto.
"Menurut Keppres 51 tahun 1977, TMII itu milik negara, tercatat di Kemensestneg yang pengelolaannya diberikan kepada Yayasan Harapan Kita. Jadi Yayasan Harapan Kita ini sudah hampir 44 tahun mengelola aset milik negara yang tercatat di Kemensetneg," kata Pratikno dalam jumpa pers virtual, Rabu (7/4/2021) lalu.
Pratikno mengatakan pengambilalihan pengelolaan TMII itu didasarkan atas rekomendasi BPK. Hal itu agar ke depannya TMII bisa memberikan manfaat yang lebih luas untuk masyarakat.
"Jadi atas pertimbangan tersebut, presiden telah menerbitkan Perpres 19 Tahun 2021 tentang TMII. Yang intinya penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensetneg dan ini berarti berhenti pula pengelolaan yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita," ujarnya.
Sementara, Gedung Granadi dan aset Megamendung milik Keluarga Cendana disita negara pada 2018. Aset tersebut disita negara karena kasus Yayasan Supersemar.
Direktur Barang Milik Negara (BMN) Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan mengatakan barang yang sudah disita oleh negara itu otomatis menjadi BMN dan akan dikelola oleh pemerintah.
"Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara)," kata Encep dalam bincang bareng DJKN bertema 'Pengambilalihan TMII', Jumat (16/4/2021).
Simak video 'Tangkisan-tangkisan Pengelola TMII soal Setoran dan Kerugian Negara':
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyampaikan, TMII telah dikelola selama 44 tahun dan selama itu pengelolaannya kerap kali mengalami kerugian dari waktu ke waktu.
"Saya dapat informasi bahwa setiap tahun Yayasan Harapan Kita itu mensubsidi antara Rp 40 sampai Rp 50 miliar dan pastinya tidak memberikan kontribusi kepada negara," ujar Moeldoko.
Encep Sudarwan mengatakan selama mengelola TMII, Yayasan Harapan Kita tidak pernah menyetor pendapatan TMII ke kas negara. Selama ini yang dibayarkan hanya berupa pajak.
"Penerimaan negara kan ada dua, pajak dan non pajak. Kalau pajak mereka banyak pajak, tapi kalau PNBP memang selama ini belum ada," kata Encep.
Yayasan Harapan Kita tak pernah bayar PNBP dikarenakan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang pengelolaan TMII yang dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita belum diatur bagaimana PNBP tersebut. Dengan dialihkan kepada negara, dia memastikan pengaturannya akan lebih jelas.
"Karena di Keppres 77 tadi memang tidak (ada), maklum mungkin saat itu yang Keppres 51 Tahun 77 itu di sana belum mengatur mengenai bagaimana PNBP-nya. Jadi sekarang kita harus jelas kalau BMN digunakan, dimanfaatkan oleh pihak lain apalagi pengusaha itu harus ada kontribusi tetapnya, profit sharing-nya," tuturnya.
Untuk aset lain, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menyita aset Yayasan Supersemar berupa Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain itu, PN Jaksel juga menyita vila milik Yayasan Supersemar di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Penyitaan tersebut dilakukan guna menjalankan putusan Mahkamah Agung atas gugatan Kejaksaan Agung terhadap yayasan milik Keluarga Cendana yang telah terbukti menyelewengkan duit negara untuk pendidikan.
Sejauh ini PN Jaksel telah menyita aset senilai sekitar Rp 242 miliar dari total 113 rekening milik Yayasan Supersemar. Sementara Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun.
Sumber : detiknews.com
(Red)