JAGUARNEWS77. com # Jakarta - Putusan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2021 diketok dan resmi mendapat persetujuan bersama pada rapat paripurna Senin 7 Desember 2020 lalu.
Dalam persetujuan tersebut, APBD DKI Jakarta disahkan menjadi Rp 84,1 triliun, bertambah Rp 1,7 triliun dari besaran MoU Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021 DKI Jakarta, yaitu Rp 82,5 triliun.
Setelah mendapat persetujuan, bukan berartianggaran janggal tidak terlihat lagi di APBD DKI 2021.
Berbagai kejanggalan justru ditemukan setelah dokumen yang sudah mendapat persetujuan itu dievaluasi di tingkat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kemendagri Bahri mengatakan, saat melakukan evaluasi, pihak Kemendagri menemukan adanya peralihan anggaran kegiatan untuk Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang sempat ramai di media masa.
"Isunya anggaran (RKT) dilarikan ke kegiatan. Memang kita lihat ada kegiatan baru (berbeda dari tahun 2020)," ucap Bahri saat ditemui di Lantai 9 Gedung H Kemendagri, Selasa (22/12/2020).
Besarannya pun cukup banyak, jika ditotal, besaran anggaran janggal yang ditemukan Kemendagri untuk kegiatan DPRD DKI mencapai Rp 580 miliar.
Bahri menjelaskan, isi dari kegiatan tersebut cenderung tidak teratur alias ngaco, sehingga Kemendagri melihat anggaran tersebut sebagai anggaran janggal.
Adapun enam temuan anggaran janggal untuk kegiatan DPRD DKI Jakarta tersebut beragam, mulai dari pembelian baju sampai dengan pembelian alat kedokteran.
Belanja pakaian senilai Rp 2 miliar, alat kedokteran Rp 350 miliar
Enam temuan anggaran janggal tersebut yaitu:
Subkegiatan pertama, yaitu subkegiatan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dengan nilai Rp 5.112.555.027 yang diuraikan dalam subrincian obyek belanja:
Belanja pakaian sipil lengkap (PSL); belanja modal peralatan studio audio; belanja modal personal computer; dan belanja modal peralatan komputer lainnya pada Sekretariat DPRD.
Subkegiatan kedua berkait Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebesar Rp 153.649.748.978 yang diuraikan ke dalam obyek belanja:
Belanja gaji dan tunjangan DPRD pada Sekretariat DPRD.
Subkegiatan ketiga pada pembahasan perubahan KUA dan perubahan PPAS dengan nilai Rp 2.310.670.340 diuraikan ke dalam obyek belanja:
Belanja pakaian sipil harian (PSH); belanja pakaian sipil lengkap (PSL); belanja pakaian dinas harian (PDH); dan belanja pakaian sipil resmi (PSR).
Subkegiatan keempat adalah kegiatan publikasi dan dokumentasi Dewan senilai Rp 350.332.264.769 diuraikan ke dalam obyek belanja:
Belanja suku cadang-suku cadang alat kedokteran pada Sekretariat DPRD.
Subkegiatan kelima yaitu kegiatan kunjungan kerja dalam daerah senilai Rp 27.272.043.970 diuraikan dalam obyek belanja:
Belanja perjalanan dinas luar negeri pada Sekretariat DPRD.
Subkegiatan terakhir pada kegiatan koordinasi dan konsultasi pelaksanaan tugas DPRD senilai Rp 41.458.540.986 diuraikan ke dalam obyek belanja:
Belanja penghargaan atas suatu prestasi pada Sekretariat DPRD.
Total keseluruhan anggaran enam subkegiatan tersebut menjadi Rp 580.135.824.007.
Anggaran diminta dikembalikan ke BTT
Anggaran-anggaran janggal tersebut, kata Bahri, langsung diminta Kemendagri untuk dikembalikan ke anggaran Belanja Tidak Tetap (BTT) sebagai prioritas penanganan Covid-19 di DKI Jakarta.
"Dari BTT kan mereka bisa pakai kalau ada darurat mendesak," kata Bahri.
Pengembalian anggaran janggal tersebut juga dituangkan dalam surat hasil evaluasi Kemendagri kepada Sekertaris Dewan untuk segera melakukan formulasi kembali uraian belanja yang dinilai janggal.
Bahri juga menjelaskan, setelah diminta untuk dilakukan koreksi, Sekretaris Dewan sudah bersurat untuk memastikan kegiatan yang dinilai janggal tersebut ditunda pelaksanaannya untuk tahun ini.
"Kita lihat perkembangan ternyata sudah ada surat dari Ketua Sekwan untuk kegiatan baru tersebut tidak boleh dilaksanakan," ucap Bahri.
Kemungkinan salah input
Kejanggalan-kejanggalan anggaran tersebut, menurut Bahri, kemungkinan disebabkan oleh salah input dari DPRD DKI Jakarta.
Pasalnya, lanjut Bahri, saat ini baru diterapkan Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Nomenklatur yang baru memungkinkan kesalahan input data yang berakibat pada kesalahan-kesalahan penamaan kegiatan.
"Salah rumah, salah penempatan kode anggaran saja, karena di 2021 ini sistem baru," kata Bahri.
Sumber : kompas. Com
Oleh : Redaksi jaguarnews77. com