JAGUARNEWS77.com # Jakarta - Kondisi pandemi Covid-19 berdampak pada sulitnya mengakses pelayanan kontrasepsi.
"Dampaknya ada kehamilan tidak dikehendaki dan kehamilan yang belum dikendaki," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo di Jakarta kemarin.
Hasto mengatakan, dengan terjadinya unwanted pregnancy (kehamilan tidak dikehendaki) dan misstime pregnancy (kehamilan yang belum dikendaki), juga berdampak meningkatnya angka KDRT, gizi kurang, dan kematian ibu dan bayi.
"Dampak dari unwanted pregnancy ada kekerasan dalam rumah tangga, ada perceraian, ada stunting, yang imbas berikutnya kematian ibu dan kematian bayi," jelasnya di Gedung BKKBN.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, Dwi Listyawardani mengatakan, di momentum hari kependudukan sedunia, pihaknya mengangkat topik pelayanan dasar ibu anak, serta kekerasan terhadap perempuan.
"BKKBN kini sedang melakukan penyusunan akademik, melalui rancangan undang-undang memperkuat undang-undang 52 tahun 2009 dan perpres yang berkaitan dengan grand desain pembangunan kependudukan," tuturnya.
"Terlebih di masa covid 19, BKKBN bertujuan akan tetap menjadikan masa pandemi sebagai titik bangun untuk bonus demografi di Indonesia," imbuhnya.
Diketahui, sebuah studi kantor pusat UNFPA berkolaborasi dengan Avenir Health, John Hopkins University (USA), Victoria University (Australia) mengindikasikan, ada 47 juta perempuan diperkirakan tidak dapat mengakses metode kontrasepsi.
Akibatnya 7 juta kehamilan tidak diinginkan (KTD) di negara-negara berkembang selama 6 bulan lockdown.
Diperkirakan juga akan terjadi 31 juta kasus kekerasan berbasis gender (GBV), 2 juta kasus pemotongan kelamin perempuan (FGM), dan 13 juta perkawinan usia anak.
Sumber : rri.co.id
Oleh : Redaksi jaguarnews77.com